Nebeng Truk Ke Desa Tongging, Tepi Danau Toba
Hari sudah semakin sore, saya tidak bisa berlama-lama istirahat setelah turun ke Air Terjun Sipiso-Piso. Saya harus segera mencari penginapan untuk tidur saya malam ini. Kemudian saya bertanya kepada salah seorang ibu-ibu penjual makanan di salah satu warung, apakah ada penginapan yang murah di sekitar sini? Ibu itu menjelaskan bahwa penginapan yang paling dekat dengan Air Terjun Sipiso-Piso berada di Desa Tongging. Masih menurut beliau disana terdapat beberapa penginapan. Si ibu menyebutkan satu persatu dengan penuh antusias. Tapi saya tidak bisa mengingat semua nama yang disebutkan oleh ibu tadi. Saya hanya mengingat Hotel Anugerah yang menurut si ibu paling mahal dan Wisma Sibayak yang menurutnya paling murah. Sementara itu si ibu tidak yakin apakah masih ada angkutan umum untuk ke Desa Tongging karena hari sudah cukup sore. Sedangkan jarak antara Air Terjun Sipiso-Piso sampai Desa Tongging masih 5 km lagi. Sebenarnya ada alternatif lain selain naik angkutan umum yaitu naik becak motor tapi dengan konsekuensi harga yang relatif mahal, sekitar 30.000.
Setelah mengucapkan terimakasih kepada si ibu, saya berjalan ke arah pos retribusi untuk menunggu angkutan umum ke Desa Tongging. Saya sangat berharap masih ada angkutan umum yang turun kesana. Di pos saya disambut oleh tiga anak muda terdiri dari seorang cewek dan dua orang cowok yang sedang jaga pos retribusi. Kalau saya perkirakan mereka berusia lebih muda dari saya, kisaran 17-18 tahun. Mereka dengan sangat ramah menyambut saya dan menanyakan tujuan saya. Setelah saya jawab tujuan saya adalah ke Desa Tongging, mereka meyakinkan saya bahwa masih ada angkutan yang turun ke Desa Tongging. Saya diminta menunggu saja di pos tersebut bersama mereka. Mereka ini juga cukup asyik diajak ngobrol. Seperti biasa mereka berbasa-basi menanyakan asal saya. Obrolan semakin mencair dan mereka tanya apakah saya puasa atau tidak. Tentu saja saya jawab puasa dan kemudian saya balik bertanya, disini buka puasa jam berapa? Mereka agak kebingungan, tidak tahu waktu maghrib jam berapa. Saya cukup maklum sih karena tidak seperti tempat lain di Indonesia, agama islam memang menjadi minoritas di Sumatera Utara. Salah seorang dari mereka kemudian memberikan selembar kalender yang terdapat jadwal shalatnya. Saya agak kaget ketika melihat waktu maghrib disini pukul 18.42. Wow!! Ini berarti saya buka puasa lebih lambat 1 jam 10 menit dari biasanya. Padahal tadi pagi saya sahur di Surabaya yang notabene imsaknya lebih cepat. *sigh*
Sudah cukup lama menunggu, angkutan umum tidak kunjung ada yang datang. Tiga anak muda ini sepertinya juga tidak enak dengan saya karena sudah terlanjur mengatakan bahwa masih ada angkutan ke Desa Tongging. Tidak lama kemudian datanglah sebuah truk. Mereka ini ngobrol cukup lama dengan sopir dan kernet truk. Sepertinya mereka sudah kenal cukup akrab. Salah satu dari mereka kemudian memanggil saya. Kalau bersedia, saya disuruh ikut saja dengan truk ini karena truk akan turun ke Desa Tongging. Tanpa berpikir panjang saya lalu masuk ke dalam mobil daripada saya kemalaman dan tidak sampai di Desa Tongging. Apalagi sore begini udara sudah semakin dingin karena angin berhembus cukup kencang.
Di dalam truk saya ngobrol banyak dengan sopir dan kernetnya yang usianya saya perkirakan sedikit lebih tua dari saya. Saya dengan mudah akrab dengan dua orang ini. Mereka ini baru saja dari Medan dan sedang menuju ke Desa Tongging dengan membawa 8 ton pakan ikan (pellet). Mereka cukup kaget ketika mendengar cerita saya dari Surabaya datang ke Sumatera Utara sendirian. Si sopir banyak cerita tentang Desa Tongging dan Danau Toba. Dia mengatakan bahwa wisata Danau Toba sudah cukup menurun daripada beberapa tahun yang lalu. Menurutnya hal ini terjadi karena banyaknya keramba-keramba ikan yang dipasang masyarakat di sekeliling Danau Toba. Ini tentu saja mengurangi keindahan Danau Toba meskipun cukup menguntungkan bagi masyarakat sekitar dalam hal perikanan. Masih menurut si sopir, Desa Tongging pun hanya ramai saat akhir pekan. Itupun yang datang kebanyakan adalah orang-orang local dari Pematang Siantar dan Medan. Sementara itu turis-turis asing yang datang ke Danau Toba sudah semakin menurun dari tahun ke tahun.
Truk terus melaju menuruni bukit dengan sangat pelan. Bahkan saya bilang amat sangat pelan. Sopir yang sudah menguasai medan tentu saja penuh perhitungan dan sangat berhati-hati karena jalan turun cukup curam kemudian tikungan-tikungannya sangat tajam. Hampir semua tikungan membentuk sudut 45 derajat (<). Selain itu muatan truk ini juga cukup berat. Kalau tidak berhati-hati bisa bablas masuk jurang yang cukup dalam. Meskipun jalannya mengerikan, tapi sepanjang jalan disuguhi oleh pemandangan yang sangat jempolan. Danau Toba dan Desa Tongging terlihat sangat indah dilihat sepanjang jalan. Saya benar-benar tidak menyesal bersusah payah datang ke tempat ini.
Setengah jam berlalu, truk sudah memasuki Desa Tongging. Desa Tongging merupakan desa wisata kecil yang terletak di tepi Danau Toba. Di Desa Tongging terdapat beberapa penginapan. Sebagian merupakan penginapan-penginapan murah. Kalau tidak salah hanya satu penginapan yang tergolong mahal yaitu Hotel Anugerah. Beberapa restoran juga terdapat disana. Penginapan dan restoran ini terletak di pusat keramaian di Desa Tongging yaitu dekat dengan pelabuhan kecil yang hanya ada perahu-perahu kayu milik nelayan untuk mengambil hasil keramba-keramba ikan mereka. Karena pertimbangan budget saya memilih untuk menginap di Wisma Sibayak yang menurut ibu pedagang di Sipiso-Piso tadi harganya paling murah. Wisma Sibayak sendiri terletak 1 km dari pusat keramaian di Desa Tongging. Letaknya paling ujung dan jauh dari mana-mana. Kebetulan truk ini melewati Wisma Sibayak dan saya diantar sampai dengan pintu gerbang wisma. Thanks ya bang atas tebengannya, keramahan orang-orang Sumatera Utara memang luar biasa! Selamat datang di Desa Tongging…..
Setelah mengucapkan terimakasih kepada si ibu, saya berjalan ke arah pos retribusi untuk menunggu angkutan umum ke Desa Tongging. Saya sangat berharap masih ada angkutan umum yang turun kesana. Di pos saya disambut oleh tiga anak muda terdiri dari seorang cewek dan dua orang cowok yang sedang jaga pos retribusi. Kalau saya perkirakan mereka berusia lebih muda dari saya, kisaran 17-18 tahun. Mereka dengan sangat ramah menyambut saya dan menanyakan tujuan saya. Setelah saya jawab tujuan saya adalah ke Desa Tongging, mereka meyakinkan saya bahwa masih ada angkutan yang turun ke Desa Tongging. Saya diminta menunggu saja di pos tersebut bersama mereka. Mereka ini juga cukup asyik diajak ngobrol. Seperti biasa mereka berbasa-basi menanyakan asal saya. Obrolan semakin mencair dan mereka tanya apakah saya puasa atau tidak. Tentu saja saya jawab puasa dan kemudian saya balik bertanya, disini buka puasa jam berapa? Mereka agak kebingungan, tidak tahu waktu maghrib jam berapa. Saya cukup maklum sih karena tidak seperti tempat lain di Indonesia, agama islam memang menjadi minoritas di Sumatera Utara. Salah seorang dari mereka kemudian memberikan selembar kalender yang terdapat jadwal shalatnya. Saya agak kaget ketika melihat waktu maghrib disini pukul 18.42. Wow!! Ini berarti saya buka puasa lebih lambat 1 jam 10 menit dari biasanya. Padahal tadi pagi saya sahur di Surabaya yang notabene imsaknya lebih cepat. *sigh*
Sudah cukup lama menunggu, angkutan umum tidak kunjung ada yang datang. Tiga anak muda ini sepertinya juga tidak enak dengan saya karena sudah terlanjur mengatakan bahwa masih ada angkutan ke Desa Tongging. Tidak lama kemudian datanglah sebuah truk. Mereka ini ngobrol cukup lama dengan sopir dan kernet truk. Sepertinya mereka sudah kenal cukup akrab. Salah satu dari mereka kemudian memanggil saya. Kalau bersedia, saya disuruh ikut saja dengan truk ini karena truk akan turun ke Desa Tongging. Tanpa berpikir panjang saya lalu masuk ke dalam mobil daripada saya kemalaman dan tidak sampai di Desa Tongging. Apalagi sore begini udara sudah semakin dingin karena angin berhembus cukup kencang.
Di dalam truk saya ngobrol banyak dengan sopir dan kernetnya yang usianya saya perkirakan sedikit lebih tua dari saya. Saya dengan mudah akrab dengan dua orang ini. Mereka ini baru saja dari Medan dan sedang menuju ke Desa Tongging dengan membawa 8 ton pakan ikan (pellet). Mereka cukup kaget ketika mendengar cerita saya dari Surabaya datang ke Sumatera Utara sendirian. Si sopir banyak cerita tentang Desa Tongging dan Danau Toba. Dia mengatakan bahwa wisata Danau Toba sudah cukup menurun daripada beberapa tahun yang lalu. Menurutnya hal ini terjadi karena banyaknya keramba-keramba ikan yang dipasang masyarakat di sekeliling Danau Toba. Ini tentu saja mengurangi keindahan Danau Toba meskipun cukup menguntungkan bagi masyarakat sekitar dalam hal perikanan. Masih menurut si sopir, Desa Tongging pun hanya ramai saat akhir pekan. Itupun yang datang kebanyakan adalah orang-orang local dari Pematang Siantar dan Medan. Sementara itu turis-turis asing yang datang ke Danau Toba sudah semakin menurun dari tahun ke tahun.
Truk terus melaju menuruni bukit dengan sangat pelan. Bahkan saya bilang amat sangat pelan. Sopir yang sudah menguasai medan tentu saja penuh perhitungan dan sangat berhati-hati karena jalan turun cukup curam kemudian tikungan-tikungannya sangat tajam. Hampir semua tikungan membentuk sudut 45 derajat (<). Selain itu muatan truk ini juga cukup berat. Kalau tidak berhati-hati bisa bablas masuk jurang yang cukup dalam. Meskipun jalannya mengerikan, tapi sepanjang jalan disuguhi oleh pemandangan yang sangat jempolan. Danau Toba dan Desa Tongging terlihat sangat indah dilihat sepanjang jalan. Saya benar-benar tidak menyesal bersusah payah datang ke tempat ini.
Setengah jam berlalu, truk sudah memasuki Desa Tongging. Desa Tongging merupakan desa wisata kecil yang terletak di tepi Danau Toba. Di Desa Tongging terdapat beberapa penginapan. Sebagian merupakan penginapan-penginapan murah. Kalau tidak salah hanya satu penginapan yang tergolong mahal yaitu Hotel Anugerah. Beberapa restoran juga terdapat disana. Penginapan dan restoran ini terletak di pusat keramaian di Desa Tongging yaitu dekat dengan pelabuhan kecil yang hanya ada perahu-perahu kayu milik nelayan untuk mengambil hasil keramba-keramba ikan mereka. Karena pertimbangan budget saya memilih untuk menginap di Wisma Sibayak yang menurut ibu pedagang di Sipiso-Piso tadi harganya paling murah. Wisma Sibayak sendiri terletak 1 km dari pusat keramaian di Desa Tongging. Letaknya paling ujung dan jauh dari mana-mana. Kebetulan truk ini melewati Wisma Sibayak dan saya diantar sampai dengan pintu gerbang wisma. Thanks ya bang atas tebengannya, keramahan orang-orang Sumatera Utara memang luar biasa! Selamat datang di Desa Tongging…..
Nebeng Truk Ke Desa Tongging, Tepi Danau Toba
Reviewed by x
on
Wednesday, September 28, 2011
Rating: