Secarik Kertas Dari Putri Tercinta Untuk Pilot Malaysia Airlines....
Sebuah surat dari anak seorang pilot dari maskapai tersebut, yang dilansir New Strait Times, Selasa (18/3/2014), menggambarkan guncangan tersebut. Meskipun, ayah penulis surat ini bukan pilot dari pesawat yang hilang. Surat tersebut ditulis oleh Dr Nur Nadia Abd Rahim, putri dari Kapten Abd Rahim Harun.
Catatan ini sudah terlambat dan seharusnya sudah kutulis lama sebelum ini, untuk memberitahu ayahku betapa bangganya aku pada dia.
Aku bangga dengan apa yang dia kerjakan, meskipun dia tak berada di sekitarku selama setengah umurku.
Aku sangat menyesal karena malu memberitahu teman-temanku bahwa ayah adalah pilot. Pilot yang baik.
Aku sangat menyesal sekarang karena dulu memberitahu teman-temanku bahwa ayah hanyalah sopir.
Aku tak ingin tampil sebagai anak yang istimewa.
Kami hidup normal-normal saja.
Aku adalah bagian dari keluarga besar Malaysia Airlines.
Aku sudah terbang bersama mereka sejak aku bayi.
Perjalanan pertama favoritku bersama ayah, pilot favoritku, adalah ke Kota Kinabalu.
Rupanya saya disebut anak tak menyenangkan dan sulit (tapi menggemaskan?).
Meski demikian aku mencintai bandara dan penerbangan.
Ayahku, seperti halnya kapten pilot yang hilang, telah bekerja untuk Malaysia Airlines sejak lulus sekolah.
Kami sudah berulangkali mendesaknya pindah ke maskapai lain tetapi dia menolak karena ingin berada dekat dengan keluarga, sesering mungkin.
Kami seharusnya bisa menikmati fasilitas yang ditawarkan - pendidikan gratis di sekolah-sekolah internasional, semua biaya hidup ditanggung, dan sopir yang mengantar kami ke mana-mana, bila dia menerima tawaran pekerjaan dari maskapai lain.
Itu adalah tawaran yang banyak dicari pilot MAS.
Menjadi seorang putri pilot, kamu harus terbiasa hanya kemana-mana bersama ibu saja, mulai dari hari pertama sekolah, penyerahan penghargaan dalam upacara sekolah, ajang olahraga, ulang tahun, bahkan hari raya.
Insiden terburuk adalah ketika Ayah tak ada ketika rumah kami dirampok oleh tiga orang penjahat bertopeng.
Lebih daripada itu, ibu yang hamil 7 bulan pun harus mengatasi segalanya sendirian tanpa ayah.
Dia menolak menelepon ayah dan membuat ayah khawatir, sampai dia kembali ke Kuala Lumpur keesokan harinya.
Ibuku memahami beban yang harus ayah tanggung di pundaknya, fokusnya saat terbang adalah tanggung jawab tas ratusan nyawa dan bukan cuma keluarganya di rumah.
Aku ingat sedang tersedak air mata ketika dosen bahasa Inggris kami di perguruan tinggi meminta kami satu per satu, "Apa yang Anda ingat paling tentang ayahmu ?"
Aku berdiri, dan menjawab, " Aku ingat bahwa ia tidak ada bersama separuh dari umurku."
(Tapi) dia jelas bukan seorang ayah yang buruk. Dia hanya bekerja keras untuk menghidupi keluarga kami.
Kami sudah terbiasa menerima keadaan itu, terutama ketika orang bertanya kepada kami, "Ayah mana?"
Aku akan menjawab mereka "Entah, (dia) di suatu tempat di seluruh dunia. Tidak yakin. Harus memeriksa daftar itu."
Sepanjang hidupnya, kehadirannya ditentukan oleh selembar kertas yang akan dia bagikan kepada kami pada setiap awal bulan.
Dia kadang-kadang akan kesal ketika saya bertanya kepadanya tentang lokasinya, karena itu aku harus memeriksa daftar terlebih dulu sebelum menelepon dia.
Sebelum dia berangkat kerja, masing-masing dari kami akan mengantar dia berangkat, melihat jemputannya datang membawa dia pergi.
Kadang-kadang di dini hari, lain kali di tengah malam. Kami akan mengucapkan "salam" untuknya terlebih dahulu sebelum tidur.
Dan setiap kali dia pulang kerja, semua orang di rumah akan bediri menyambut di depan pintu.
Aku tak menyadari betapa pentingnya ritual itu sampai terjadi insiden MH370.
Setiap kali ia berangkat kerja, ia bertanggung jawab untuk ratusan nyawa, bertanggung jawab menghubungkan keluarga bersama-sama, ia akan bertanggung jawab membantu pengusaha membuat kesepakatan, bertanggung jawab dalam mewujudkan impian berkelana para wisatawan.
Saya ingat sekali , seorang penumpang yang sangat tua di kursi roda , menunggu Ayah untuk bertemu dengannya secara pribadi setelah penerbangan London - KL, dia memberi Ayah jempol berkata, " Apakah kau Kapten ? Kita mendarat sangat halus. Terima kasih ! "
Aku tersenyum bangga mendengarnya.
Tapi jauh di dalam hati, keluarga kami tahu setiap kali ia berangkat kerja selalu ada kemungkinan mendapatkan panggilan telepon yang menentukan itu, kemungkinan dia tidak pernah pulang ke rumah .
Kami telah menerima itu sebagai bagian dari kehidupan kami, setiap hari .
Ia menjalani latihan keras untuk berada di tempat dia sekarang .
Dia menjalani pemeriksaan kesehatan tahunan untuk memastikan apakah dia fit untuk terbang .
Dia menghadapi ujian, seperti anak sekolahan.
Buku manual penerbangannya setebal buku medisku.
Dia "OCD" (teliti, seperti istilah orang-orang) seperti yang Anda inginkan ada pada setiap pilot sebelum penerbangan anda, memastikan semuanya tepat.
Bahkan soal ketepatan waktu, bukan karena terlambat satu menit atau akan datang beberapa menit lebih awal ketika mengatakan akan sampai di suatu tempat dalam waktu tertentu.. "Aku akan sampai di sana tujuh menit lagi.. Bersiaplah.."
Mau Tau Sumbernya..? Disini
Secarik Kertas Dari Putri Tercinta Untuk Pilot Malaysia Airlines....
Reviewed by x
on
Thursday, March 20, 2014
Rating: